Kehadiran universitas asing di Tanah Air merupakan
keniscayaan karena tuntutan zaman. Namun begitu, perlu diantisipasi dan program
studinya harus ditentukan secara tepat agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional. Pro kontra telah terjadi. Forum Rektor Indonesia (FRI) minta
pemerintah agar membatasi izin pembukaan universitas asing.
FRI merekomendasikan agar yang diizinkan hanyalah
research university. Resistensi juga datang dari Asosiasi Perguruan Tinggi
Swasta Indonesia (Aptisi) yang bakal terkena dampak langsung universitas asing.
Bahkan, Aptisi akan melayangkan mosi tidak percaya kepada pemerintah jika
segala ketentuan terkait operasional universitas asing ditabrak. Penolakan
Aptisi didasarkan pada alasan saat ini terdapat sekitar 2.000 PTS kecil
tersebar di seluruh Indonesia.
Mereka ini mestinya terlebih dulu ditingkatkan
kualitasnya. Kehadiran universitas asing merupakan bentuk investasi global
berorientasi keuntungan. Inilah bentuk liberalisasi pendidikan tinggi sebagai
konsekuensi Indonesia anggota World Trade Organization (WTO). Liberalisasi
perguruan tinggi berlaku sejak ratifikasi atau kesediaan dalam menandatangani
General Agreement on Trade and Services (GATS).
Ini perjanjian mengenai perdagangan dan jasa anggota WTO.
Dengan demikian, pemerintah perlu mengarahkan investasi
tersebut agar tidak merugikan masyarakat dalam meraih masa depan lewat proses
perkuliahan. Jangan semata-mata orientasi masyarakat hanya memburu ijazah
universitas asing.
Setelah Indonesia ratifikasi WTO, otomatis juga
mengesahkan liberalisasi pendidikan tinggi. Hal itu terlihat melalui
undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya. Contoh, UU Nomor 20 tahun 2003,
peraturan pemerintah Nomor 61 Tahun 1999,dan UU Nomor 12 Tahun 2012. Ketentuan
tersebut juga mencakup pendanaan pendidikan tinggi, keikutsertaan masyarakat,
pengawasan pemerintah, dan pendirian pendidikan tinggi oleh asing.
Khusus untuk penyediaan pendidikan tinggi oleh asing, WTO
memiliki mekanisme tertentu. Metode penyediaan pendidikan oleh asing ke negara
penerima melalui : pengadaan lintas batas, konsumsi luar negeri, kehadiran
komersial, dan kehadiran orang alami. Metode konsumsi luar negeri, kebebasan
bagi warga anggota untuk membeli layanan di wilayah anggota lain seperti jasa
pendidikan atau luar negeri dan menerapkannya di negara asal.
Metode kehadiran komersial, peluang bagi pemasok jasa
asing untuk membangun, mengoperasikan atau memperluas kehadiran komersial di
wilayah anggota. Contoh, cabang, lembaga, atau anak perusahaan seperti membuka
cabang universitas di negara penerima. Metode kehadiran orang alami,
kemungkinan yang ditawarkan untuk masuk dan tinggal sementara di wilayah
anggota ini individu asing untuk menyediakan layanan.
Contohnya menyediakan dosen dari luar negeri untuk
mengajar. Dengan dibukanya pintu liberalisasi pendidikan tinggi, muncul produk
kebijakan yang mengarah pereduksian peran pemerintah. Di lain pihak terjadi
pembesaran peran masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi dan otonomi
penuh.
Kemenristek Dikti mewajibkan universitas asing yang akan
beroperasi di Indonesia berkolaborasi dengan PT Swasta (PTS) dalam negeri.
Sejumlah PT asing akan beroperasi di Indonesia pada tahun ini, sekitar 10. Di
antaranya, Universitas Cambridge Inggris, Universitas Melbourne dan Universitas
Quensland Australia.
Program Studi
Pemerintah juga sudah menentukan lokasinya sekaligus
merumuskan ketentuan mengenai program studi prioritas seperti sains, teknologi,
keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi, dan manajemen. Program studi
prioritas sebaiknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan tantangan
inovasi ke depan yang diwanai berbagai disrupsi.
Prodi prioritas universitas asing sebaiknya inklusif
dalam memajukan iptek Indonesia dan mampu meningkatkan kapasitas inovasi.
Universitas asing diharapakan bisa mencetak calon pemimpin unggul, khususnya
dalam domain iptek dan korporasi. Postur dosen atau sebaiknya 50 persen dari
dalam negeri dan para diaspora, sehingga ada brain circulation global.
Penentuan prodi universitas asing harus tepat, agar bisa
menjadi solusi menghadapi bermacam disruptive innovation pada beberapa sektor
krusial seperti industri dan transportasi. Inovasi disruptif membantu
menciptakan pasar baru, dan akhirnya menggantikan teknologi lama. Untuk itu,
diperlukan roadmap atau antisipasi yang jauh ke depan.
Misi universitas asing jangan hanya mengeruk keuntungan
bisnis. Mereka juga harus membantu Indonesia menghadapi revolusi ilmu
pengetahuan massif dari sektor physics, digital, dan mathematics. Begitu juga
inovasi tentang aplikasi layanan jasa akan terus berkembang dan membutuhkan SDM
kreatif terus menerus.
Menurut ketentuan universsitas asing harus bekerja sama
dengan mitra lokal dapat membuka lembaga pendidikan di kota yang sudah
diprioritaskan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Medan. Sejak
berlakunya UU mengenai izin pendirian universitas asing, sudah beberapa yang
sudah beroperasi. Ironisnya baru sekarang mencuat polemik. Menurut catatan
Kemenristek Dikti sudah 26 universitas asing beroperasi.
Salah satunya Jakarta International College, cabang
Monash University Australia. Jumlah mahasiswa angkatan pertama tahun 2014
mencapai 1.600 orang. Masyarakat harus memahami, tradisi ilmiah dan keunggulan
ristek universitas terkemuka dunia yang sudah tumbuh ratusan tahun tidak mungkin
dicangkok atau dipindah secara instan ke Indonesia.
Dia sudah berakar kuat dengan budaya bangsanya. Juga
sudah bersenyawa dengan karakter dan etos kerja bangsa maju. Dengan demikian,
kualitas universitas asing yang beroperasi di Tanah Air tidak bisa sama dengan
kualitas negara asal.
Bimo Joga Sasongko, Lulusan North Carolina State
University, Amerika Serikat
http://www.koran-jakarta.com/kehadiran-universitas-asing/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar