Terobosan Strategis untuk Siswa Berbakat
Baru saja Sekolah Menengah Atas (SMA) melakukan wisuda bagi siswa yang dinyatakan lulus. Begitu pula dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA). Tahun ini sebanyak 1.812.407 siswa SMA dan MA dinyatakan lulus. Sedangkan siswa SMK yang dinyatakan lulus berjumlah 1.323.160 orang.
Setiap tahun banyak siswa berbakat atau memiliki prestasi luar biasa tetapi belum tertangani dengan tepat. Bahkan di antara mereka banyak yang tidak diterima di perguruan tinggi karena faktor terbatasnya kursi bagi prodi tertentu.
Melihat angka Hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2017, kita bisa melihat masih banyak siswa berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan. Jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi pada 78 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia sebanyak 101.906 siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Panitia Pusat dari jumlah pendaftar sebanyak 517.166 siswa.
Begitu juga dengan Panitia Pusat Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Saat ini daya tampungnya cuma mencapai 128.085 kursi. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta yang ada juga memiliki daya tampung yang terbatas. Oleh karena itu, perlu terobosan yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri.
Berbagai skema pengiriman siswa berbakat perlu dibuat. Seperti skema beasiswa dari negara lewat LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), beasiswa pemerintah daerah, maupun pengiriman secara mandiri oleh para orang tua yang memiliki kemampuan dana. Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing, seperti bahasa Jerman, Prancis, atau Jepang.
Karena pengajaran bahasa tersebut kini tidak ada lagi di SMA. Selain itu, konsultan pendidikan internasional bisa membantu memberikan materi matrikulasi untuk menyesuaikan materi ajar dan memberikan gambaran tentang budaya dan kondisi social dari negara yang akan dituju.
Selain itu, juga membantu para siswa untuk mendapatkan akomodasi hingga pendampingan bila mana perlu. Perlu navigator yang bisa membuka jalan bagi anak muda bangsa untuk menatap dunia. Selain navigator juga perlu lembaga yang bisa mumpuni membantu lulusan SMA untuk melewati ujian kemampuan berbahasa asing. Juga membantu dalam proses test untuk memasuki perguruan tinggi di luar negeri.
Navigator diperankan oleh lembaga atau konsultan pendidikan internasional yang mampu mengarahkan lulusan SMA menuju negara-negara maju yang menyediakan pendidikan tinggi gratis dengan syarat masuk yang tidak rumit. Fungsi lembaga di atas termasuk memfasilitasi dan membantu mengurus aplikasi visa, aplikasi studinya, workshop dan faktor kemahiran bahasanya.
Negara maju seperti Jerman dan Prancis selama ini memilki sejumlah perguruan tinggi terkemuka yang tanpa membayar uang kuliah alias gratis.
Selain membantu penguasaan bahasa asing dan prosedur test masuk perguruan tinggi di luar negeri perlu juga staf pendampingan siswa jika sudah dinyatakan diterima. Pendampingan dimaksudkan untuk pengenalan budaya dan infrastruktur kota, dan membantu proses matrikulasi mata pelajaran sehingga mahasiswa asal Indonesia itu bisa efektif pada tahun pertamanya.
Sekadar gambaran singkat, bahwa belajar di Jerman dan Prancis sebenarnya tidak mahal. Para orangtua cukup membayar untuk biaya administrasi pengurusan studi ke luar negeri seperti konsultasi pemilihan studienkolleg, legalisir dokumen akademik di Kedutaan, pengurusan tes masuk Studienkolleg di Jakarta dan Jerman. Kemudian pendaftaran ke perguruan tinggi di Jerman atau Prancis, pengurusan paspor, pengurusan visa belajar dan lainnya.
Selama ini Indonesia masih kalah dibanding dengan Malaysia yang telah mengirim 60 ribu orang dari 30 juta jiwa penduduk Malaysia. Sementara Korea Selatan telah mengirimkan 120 ribu anak mudanya kuliah di perguruan tinggi favorit di luar negeri dari jumlah penduduk 30 juta lebih. Tiongkok lebih hebat lagi. Jumlah anak mudanya yang sekolah ke Eropa dan negara-negara maju lainnya mencapai 1 juta orang.
Sebaiknya napak tilas program pengiriman siswa lulusan SMA berbakat dari seluruh Indonesia, untuk belajar di negara maju, yakni di Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Program di atas adalah success story Program Beasiswa BJ Habibie yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan Teknologi Periode 1992-1996. Tentunya perlu diadopsi lagi sesuai dengan kondisi terkini.
Sejak Januari 2017 menjadi era baru bagi sekolah SMA/SMK. Amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mewajibkan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah provinsi. Bagi pemerintah provinsi, kebijakan pengalihan kewenangan pengelolaan di atas merupakan dan sekaligus memberikan kesempatan baik untuk kepentingan dua hal: redistribusi dan penyetaraan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Kemudian, membuat program terobosan yang perlu dilakukan. Bermacam terobosan perlu dilakukan sendiri oleh pemprov. Seperti halnya terobosan yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengirimkan puluhan siswa SMA berbakat ke Amerika Serikat untuk mengikuti olimpiade penelitian internasional.
Para pelajar tersebut telah diseleksi melalui ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan Kemendikbud dan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) oleh LIPI. Para pelajar berbakat tersebut mengikuti kompetisi penelitian tingkat internasional bernama Intel-International Science EngineeringFair (ISEF) di Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan Mei ini.
Kebangkitan Iptek nasional bisa berkelanjutan jika ditopang dengan tradisi ilmiah yang kokoh dari para remaja berbakat yang duduk di sekolah menengah. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh kaum remaja adalah investasi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini. Para ilmuwan remaja yang tergabung dalam wadah kelompok ilmiah remaja (KIR) sekolah menengah adalah calon ilmuwan unggul.
Di masa lampau di antara ribuan remaja anggota KIR itu banyak yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ Habibie untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Kini, di antara mereka telah berperan penting dalam berbagai proyek infrastruktur dan program Iptek nasional.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar