OLEH BIMO SASONGKO
Kedaulatan Negara merupakan manifestasi kemerdekaan bangsa yang
paling hakiki. Tantangan untuk menjaga kedaulatan wilayah RI semakin kompleks
sehingga membutuhkan infrastruktur dan alutsista yang modern. Oleh karena itu,
dibutuhkan industri pertahanan dengan kondisi yang agilitas atau tangkas.
Spirit HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-72 menjadi
momentum untuk meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi
pertahanan. Pengembangan industri pertahanan merupakan bagian terpadu dari
perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara. Ketersediaan alat peralatan pertahanan dan
keamanan selama ini belum didukung oleh kemampuan industri pertahanan secara
optimal sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap produk alat peralatan
pertahanan dan keamanan dari luar negeri.
Industri pertahanan itu meliputi industri alat utama, industri
komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung
(perbekalan); dan industry bahan baku.
Dalam merealisasikannya tentu perlu dukungan sumber daya manusia
(SDM) yang menguasai teknologi pertahanan untuk menerapkan visi bagi kemajuan
dan kemandirian industri pertahanan di Indonesia. SDM lokal harus memiliki
kapasitas dan kapabilitas tinggi, sehingga mampu mendukung tercapainya kemajuan
teknologi alat peralatan pertahanan dan keamanan sesuai
dengan perkembangan zaman.
Dalam konteks ini, industri pertahanan nasional mensyaratkan
pula penyelenggaraan dan pengelolaan secara terpadu. Kasus korupsi yang terkait
pembelian helikopter Agusta Westland (Heli AW 101) yang didatangkan dari
pabrikan Inggris-Italia merupakan indikasi bahwa pengembangan alutsista selama
ini belum searah dengan keberadaan industri pertahanan. Pengadaan heli
dinyatakan menyimpang karena tidak sesuai dengan spesifikasi. Heli tersebut
pintunya bukan ramp door, padahal PT DI sebagai salah satu industri
pertahanan bisa membuat heli seperti yang ditentukan dalam spesifikasi.
Makna peringatan HUT kemerdekaan sangat relevan dengan kondisi
dan tantangan hankam pada saat ini.
Seperti ditekankan oleh Presiden Joko Widodo bahwa lanskap
politik global dan ancaman hankam sudah berubah. Oleh sebab itu perlu
pengembangan SDM untuk antisipasi perubahan itu.
Postur SDM bidang hankam ditantang kemampuannya untuk bisa
menghasilkan metode pengamanan yang paling tepat untuk Indonesia. Hal itu
seperti dikemukakan Presiden Jokowi saat memberikan pembekalan kepada perwira
remaja TNI/Polri, di Mabes TNI.
Program pengadaan alutsista menurut Presiden Jokowi harus
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal itu, misalnya, pengadaan tank pun
harus dievaluasi karena mungkin saja saat ini sudah kurang diperlukan, diganti
dengan drone atau pesawat nirawak.
Mewujudkan kedaulatan dirgantara Indonesia merupakan tantangan
besar bagi industri pertahanan. Perlu sinergitas antara industri pertahanan
dengan TNI AU terkait dengan rencana strategis pengadaan alutsista.
Rencana strategis itu tidak bisa terlepas dari pengembangan SDM.
Pengembangan meliputi personel TNI AU maupun kalangan sipil yang menggeluti
teknologi penerbangan dan infrastruktur pendukungnya.
Dalam Renstra ditekankan program untuk peremajaan atau pengganti
alutsista antara lain pesawat F-5E/F Tiger II yang diproyeksikan pada dua
kandidat utama, yaitu Sukhoi Su-35 Super Flanker buatan Rusia, dan F-16 Viper
buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat.
Selain itu, pemutakhiran armada pesawat angkut berat sekelas
C-130 Hercules, helikopter angkut berat dan pemutakhiran pesawat latih jet
jenis T-50i dari Korea Aerospace Industry, Korea Selatan. Alat pertahanan
negara perlu pula melengkapi dengan radar dan sistem persenjataannya.
Dalam era kompetisi global, tantangan TNI AU makin dinamis.
Terutama terkait perkembangan kompetisi kedaulatan wilayah udara. Kompetisi
sengit tersebut ditunjukkan oleh beberapa negara, seperti Tiongkok yang telah
mengembangkan pesawat pembom nuklir untuk meraih superioritas udara.
Para insinyur teknik penerbangan Tiongkok berhasil membuat
sejumlah pesawat tempur canggih seperti jet tempur generasi kelima Chengdu
J-20, pesawat pembom nuklir berteknologi stealth Xian H-8, dan pembom strategis
jarak jauh Xian H-6, dan masih merancang pesawat pembom strategis berteknologi
stealth yang bisa mencapai daratan AS, yakni H-20. Selain itu, pesawat pembom
canggih yang bisa membawa nuklir dan memiliki kecepatan hipersonik.
Untuk menjaga wilayah udara diperlukan SDM unggul yang memiliki
kompetensi untuk mengintegrasikan sistem radar nasional. Kurangnya radar untuk
memantau cuaca dan mengawasi wilayah Nusantara harus segera diatasi.
Saatnya kita meneguhkan Wawasan Nusantara yang kini sangat
tergantung kepada SDM yang menguasai infrastruktur pemantau yang andal dalam
menjaga wilayah negara. Sistem pemantau terintegarsi dalam C4ISR (Command,
Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance and
Reconnaissanse) yang mengedepankan drone atau pesawat
tanpa awak dan sebaran radar di titik-titik rawan, seperti yang ditekankan oleh
Presiden Jokowi.
Drone yang
biasa disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV) sebenarnya bisa
segera direalisasikan karena sudah ada rancang bangun yang dilakukan oleh BPPT,
PT Dirgantara Indonesia, dan LAPAN. Bahkan, jika satelit rancang bangun LAPAN
sudah selesai, hal ini sangat menunjang operasional drone.
Pemerintah perlu mewujudkan optimasi dan keandalan infrastruktur
radar nasional. Khususnya sinergi dan integrasi radar yang dimiliki oleh pihak
militer maupun sipil. Alutsista radar sangat penting karena bisa mendeteksi
secara dini adanya gangguan keamanan, faktor keselamatan penerbangan dan
kejahatan ekonomi. Dukungan alutsista radar itu, dalam kondisi mendesak, akan
memungkinkan dan memudahkan mendatangkan bantuan armada pesawat tempur atau
armada kapal dalam waktu yang cepat dan sasaran yang tepat.
Putra-putri Indonesia sudah menguasai teknologi membangun radar
yang canggih. Hal itu ditunjukkan oleh pakar teknologi radar yakni Beno Kunto
Pradekso yang kini menjadi CEO PT Dua Empat Tujuh yang selama ini fokus
usahanya adalah rancang bangun radar, terutama pengembangan jenis array radar.
Pada saat ini dibutuhkan penyempurnaan dan penambahan alutsista
radar TNI. Seperti jenis Thomson tipe TRS 2215R yang ditempatkan di sepanjang
garis pantai Pulau Sumatera menghadap Selat Malaka, antara lain di Sabang,
Lhokseumawe, Sibolga, dan lain-lain.
Begitu juga radar yang ditempatkan di Kepulauan Natuna yang
berfungsi memonitor wilayah di sekitar Laut Tiongkok Selatan. Kita perlu
berupaya dan begerak cepat untuk menyempurnakan dan meningkatkan kinerja radar
nasional. Selama ini usaha optimasi tersebut terkendala masalah klasik. Yakni
proporsi keterlibatan industry pertahanan nasional.